Saya pernah menulis di blog ini -disini- hampir satu setengah tahun yang lalu dengan judul yang sama dengan judul blog kali ini. Dan ajaibnya judul itu ternyata masih relevan sampai detik ini! Apalagi kalau bukan tentang implementasi WiMAX di negara ini yang statusnya masih belum berubah dari kata "menunggu" itu sendiri.
Dimulai dengan niat yang luhur dari pemangku kebijakan telekomunikasi (Depkominfo) untuk berusaha menjadikan potensi bangsa ini mandiri dari ketergantungan asing dan memberikan nilai tambah yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran bangsa sendiri dalam bidang yang sangat padat modal ini (baca: industri telekomunikasi), maka disusunlah langkah-langkah strategis.
Saat itu terlihat titik cerah peluang untuk memulainya dengan berusaha mengembangkan WiMAX dengan mengerahkan segenap potensi yang ada baik itu dari kalangan akademisi yang diwakili beberapa perguruan tinggi negeri ternama misalnya ITB, ITS, UGM dan UI, vendor lokal misalnya Hariff, Inti, dan TRG dan lembaga penelitian pemerintah yang dibantu pemerintah dengan penggelontoran tidak kurang dana 18 Milyar dalam pengembangkan riset untuk melahirkan industri infrastruktur WiMax yang kuat untuk bisa diimplementasikan di negara ini.
Mengapa saat itu dipilih WiMAX bukan WCDMA atau yang lain? Jawabannya, tidak seperti teknologi telekomunikasi lain misalnya WCDMA yang sudah mempunyai dasar yang kokoh dan dikuasai oleh vendor-vendor global dalam bidang telekomunikasi, untuk WiMAX hampir semua vendor pada saat itu baru mulai mengembangkan teknologi ini, sehingga ada peluang bagi kita untuk bisa bersama-sama bersaing mengembangkannya.
Setelah kurang lebih 2-3 tahun terakhir ini proses pengembangan WiMAX kita tunggu implementasinya, ternyata sampai detik ini juga belum satupun dari 8 pemenang tender licensi WiMAX yang bisa mengimplementasikannya. Dimanakah letak permasalahannya?
Dari awal pemilihan teknologi WiMAX sebenarnya cukup bermasalah. Pemilihan teknologi nomadic WiMAX (802.11d) saat itu juga membuka perdebatan yang cukup ramai, karena teknologi ini bukanlah teknologi yang banyak diadopsi secara global dan kecenderungannya pada saat itu sudah akan ditinggalkan dan mengarah ke teknologi mobile WiMAX (802.16e). Mungkin pilihan teknologi 802.16d dikaitkan dengan kekurang-yakinan kita akan kemampuan dalam pengembangan teknologi mobile WiMAX 80216e yang memang lebih "advanced". Tapi sebenarnya anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Salah satu industri yang mengembangkan chip WiMAX di tanah air (Xirka) ternyata mampu bersaing dengan industri lainnya di skala global dan terbukti bisa menjadi pemenang Asia Pacific Information Communication Technology Award pada tanggal 15 Desember 2008 dengan menyisihkan sembilan negara peserta lainnya dan dua industri raksasa Singapore Telcom serta Fujitsu Australia.
Dengan pengembangan WiMAX 802.16d, dalam kondisi sekarang tentu terasa berat, dengan beban harus memenuhi TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) sebesar 40% untuk Base Station dan 30% untuk CPE, sementara komponen pendukungnya hampir semuanya harus diimpor karena kita ternyata belum mempunyai industri komponen yang kuat yang bisa memasok. Kondisi ini ditengarai menimbulkan manipulasi dalam sertifikasi TKDN dan jadinya TKDN menjadi syarat normatif saja. Yang tak kalah ruginya, kita juga kehilangan kesempatan untuk bisa memasarkan perangkat WiMAX kita ke skala global yang tentu menyebabkan harga tidak akan menjadi murah. Dengan kondisi yang carut-marut seperti ini tidak heran pengembangan WiMAX jadi tidak optimal dan menjadi berkepanjangan.
Secara teknologi, dengan pemilihan teknologi WiMax 802.16d ini menutup peluang kita untuk bersama-sama dengan vendor global bersaing mengembangkan teknologi WiMAX karena terbukti saat ini standard 802.16d sudah tidak ada yang mengembangkannya lagi. Sedangkan standard mobile WiMAX 802.16e tidak mempunyai "backward compatibility" dengan 802.16d artinya teknologi yang sepenuhnya berbeda.
Tender license WiMAX sudah digelar walaupun sudah tertunda terus menerus. Nyatanya setelah setahun ini sudah ada 2 peserta tender yang dicabut/mengembalikan lisensinya yaitu Internux dan Comtronics yang tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar Up Front Fee dan BHP yang cukup besar. Bagi peserta yang mampu membayar kewajibannya, tetap hal ini menjadi pemborosan pengeluaran yang sangat besar karena sudah setahun ini belum bisa menggelar jaringannya untuk mendapatkan revenue.
Semakin lama masalah ini tidak terselesaikan akan semakin merugikan semua pihak, pemerintah yang sudah menggelontorkan dana penelitian cukup besar, pemenang lisensi yang tidak ada kepastian penggelarannya serta masyarakat luas yang kehilangan kesempatan memperoleh pilihan teknologi yang menghasilkan nilai tambah yang lebih besar.
Seharusnya pemerintah dan regulator segera mengambil langkah korektif untuk mencegah kerugian yang lebih besar dari semua pihak dan kalau perlu mengambil langkah terobosan tidak sekedar menggelar tender ulang untuk lisensi yang sudah ditinggalkan 2 peserta tender di atas. Bisa dengan membolehkan penggunaan standard WiMAX 802.16e untuk pengembangan dan penggelarannya, melakukan regulasi TKDN yang lebih rasional dan insentif bagi industri dan operator yang mengembangkannya.
Mudah-mudahan ini menjadi cermin bagi pemerintah dan regulator dalam merencanakan pengembangan teknologi di masa depan. Terlebih lagi sebentar lagi akan ada teknologi 4G yang tentu juga menuntut kesiapan kita dalam menyerap teknologinya dan mempersiapkan lebih berhati-hati regulasinya.
Friday, May 21, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment