Tidak bisa dihindari teknologi NGN akan segera menggantikan teknologi yang ada sebelumnya, tidak terkecuali PSTN (Public Switch Telephone Network) yang lebih populer kita kenal sebagai jaringan telepon tetap atau telepon kabel. Untuk kasus di Indonesia PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. (TELKOM) adalah sebagai penyelenggara satu-satunya telepon tetap dengan menggunakan switching digital TDM (Time Division Multiplexing) yang mulai dioperasikan awal tahun 90-an. Sampai saat ini jumlah jaringan dan pelanggan sekitar 8 jutaan, berarti kemungkinan perangkat yang dioperasikan saat ini paling tua sudah berumur hampir 20 tahun dan yang paling muda sudah berumur hampir 5 tahun dengan rata-rata keseluruhan sekitar 10 tahun. Dengan demikian kalau kita bandingkan dengan umur rata-rata perangkat telekomunikasi generasi terbaru saat ini yang maksimum hanya 5 tahun, umur perangkat switching PSTN sudah dapat dikatakan sangat uzur.
Lalu bagaimana regenerasi perangkat ini akan dilakukan mengingat layanan teleponi/suara dengan menggunakan kabel tetap masih diperlukan sampai waktu yang belum bisa kita pastikan.
Mau tidak mau, teknologi TDM PSTN ini harus segera bermigrasi ke teknologi baru yang tidak bisa terlepas dari teknologi menuju konvergensi sesuai dengan tren yang disepakati secara luas oleh seluruh pelaku telekomunikasi dan informasi yaitu teknologi NGN yang berbasis IP yang dikenal sebagai IP Multimedia Subsystem (IMS).
Untuk mewujudkan itu, ada beberapa skenario yang bisa diambil terkait dengan bagaimana pola migrasi yang akan diterapkan. Pola migrasi yang pertama adalah migrasi yang berorientasi sofswitch (emulasi), pola migrasi yang kedua adalah migrasi yang berorientasi Broadband (simulasi), serta pola yang ketiga adalah pola migrasi yang menerapkan gabungan antara orientasi emulasi dan simulasi.
Berikut ini adalah ulasan untuk masing-masing pola migrasi yang mungkin bisa diterapkan oleh operator PSTN.
Pada pola migrasi pertama yaitu yang berorientasi emulasi service, menerapkan softswitch sebagai solusi menggantikan switching TDM PSTN. Pola migrasi ini disebut sebagai emulasi karena dari sisi pelanggan PSTN tidak merasakan perubahan layanan sama sekali dengan tetap menjamin ketersediaan keseluruhan fitur yang ada sebelumnya.
Penerapan softswitch ini pada umumnya menggunakan antar muka (interface) megaco (H.248) sebagai antar muka ke arah akses, tetapi dalam banyak kasus masih bersifat propriatery artinya bukan antar muka yang bersifat terbuka (bukan open interface) yang berlaku antar vendor.
Perlu ditekankan bahwa softswitch hanya untuk melayani suara, padahal tren ke depan adalah multimedia dan konvergensi. Bagaimana softwitch bisa mengakomodasi ini? Beberapa vendor softswitch mengindikasikan bahwa dalam core network konvergensi (IMS based), softswitch dapat mengambil peran dengan bermigrasi menjadi bagian (element) dari IMS dengan mengupgrade software dengan tidak mengubah architecture ke arah akes. Tentu hal ini secara teknis memungkinkan yang artinya akan ada 2 tahapan ke arah konvergensi, tetapi dengan pola ini tentu network menjadi lebih complicated dan sangat mungkin kehandalan system akan terdegradasi dan dalam jangka panjang biaya operasional (OPEX) akan membengkak.
Pola migrasi yang kedua yaitu migrasi yang langsung berorientasi broadband, dengan tetap memberikan layanan suara (VoIP) dengan fitur-fitur pokok yang masih dipertahankan (simulasi service), disaat yang sama memberikan layanan broadband yang terintegrasi dengan layanan suara. Migrasi ini langsung menerapkan core network IMS dengan antar muka menggunakan protokol SIP (prototol utama dalam teknologi IMS). Dengan pola ini pada masa transisi akan ada 2 network yang "co-exist", yaitu network TDM PSTN dan network IMS. Diharapkan dengan melihat kelebihan pelanggan yang menggunakan layanan broadband, pelanggan PSTN akan secara bertahap beralih menjadi pelanggan VoIP yang terintegrasi dengan layanan broadband.
Pola migrasi ini sebenarnya cukup ideal karena hanya perlu 1 tahapan migrasi menuju konvergensi dengan memberikan langsung layanan broadband yang terintegrasi dengan suara. Namun penerapan pola ini tidak mudah dan murah karena memerlukan perubahan infrastruktur akses sampai ke arah pelanggan yang sepenuhnya harus bisa melewatkan IP packet dengan terminal yang bisa mendukung SIP. Perlu diingat juga bahwa karena migrasi pelanggan PSTN ke Broadband sangat tergantung kepada inisiatif pelanggan itu sendiri, sangat sulit untuk memprediksi sampai kapan network PSTN masih akan dipakai, sementara umur perangkat PSTN sudah cukup uzur.
Sebagai jalan keluar, ditawarkan pola migrasi yang ketiga yaitu gabungan antara emulasi dan simulasi. Pola migrasi ini sebenarnya mirip dengan migrasi yang kedua diatas yaitu langsung menerapkan IMS sebagai core network menggantikan TDM PSTN, hanya saja untuk mengakomodasi pelanggan layanan suara dari TDM PSTN yang masih menggunakan kabel tembaga sebagai media akses, maka dipasang suatu perangkat menggantikan sentral eks-PSTN yang disebut Accsess Gateway yang sudah menggunakan SIP sebagai interface ke arah core IMS (SIP-AGW), sementara ke arah pelanggan tetap dapat menggunakan kabel tembaga.
Dengan pola migrasi ketiga ini, migrasi ke arah IMS cukup dilakukan satu tahap dengan tetap mengakomodasi pelanggan layanan TDM PSTN yang diharapkan secara bertahap akan beralih menjadi pelanggan broadband. Sedangkan dari sisi architecture network menjadi lebih sederhana dan perangkat TDM PSTN menjadi tidak diperlukan lagi. Ini artinya akan ada penghematan dalam biaya operasional (OPEX).
Tuesday, May 18, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment